Health & Oral Health
Dewasa ini, kebutuhan masyarakat akan layanan perawatan kesehatan mulut semakin meningkat. Paradigma yang ada mengenai kesehatan mulut mulai bergeser. Kesehatan mulut dipandang sebagai bagian integral dari kesehatan tubuh secara umum (Greenberg dkk, 2008). Praktisi bidang kesehatan gigi dan mulut dinilai ikut bertanggungjawab dalam mewujudkan kesehatan tubuh secara menyeluruh dengan mengupayakan layanan kesehatan mulut. Namun, sebenarnya kapan seseorang dapat dinyatakan memiliki mulut yang sehat? Apakah kesehatan mulut, atau oral health, semata-mata suatu kondisi dimana mulut terbebas dari penyakit? Apa sebenarnya definisi kesehatan mulut?
Seperti telah dikemukakan di atas, kesehatan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara menyeluruh. Oleh karenanya, jawaban atas pertanyaan mendasar mengenai definisi kesehatan mulut tidak dapat dipisahkan dari definisi kesehatan atau health itu sendiri. Menurut WHO (1946), dalam Wylie (1970), kesehatan didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang sempurna, bukan hanya sekedar ketiadaan suatu penyakit atau kelemahan. Dari definisi ini, kesehatan dilihat secara holistik, meliputi pikiran, tubuh, dan jiwa, bukan hanya secara medis.
Pada dasarnya, terdapat dua paradigma kesehatan. Paradigma pertama yang digunakan pada masa lampau berpijak pada model medis yang mengacu pada prinsip dualisme tubuh dan pikiran. Tubuh dan pikiran dipandang sebagai dua entitas yang berbeda yang tidak saling mempengaruhi. Kesehatan dan penyakit dinilai semata-mata sebagai fenomena biologis. Kunci pengobatannya adalah pelayanan kesehatan dan teknologi yang canggih. Sebagai akibatnya, tubuh pasien seakan-akan terisolasi dari pasien itu sendiri, pengalaman subyektif pasien mengenai penyakit dan apa yang dirasakannya terabaikan. Dalam bidang kedokteran gigi, penerapan pola pikir ini adalah adanya tendensi caries gigi yang hanya dipandang sebagai lubang pada struktur anatomi gigi yang tidak terhubung secara berarti dengan keadaan pasien itu sendiri (Locker, 1997).
Paradigma kedua yang digunakan dewasa ini dengan model sosio-lingkungan (socioenvironmental model) mendefinisikan kesehatan tidak hanya sebagai keadaan terbebas dari penyakit akan tetapi juga termasuk kondisi tubuh, sosial, dan psikologis yang dapat berfungsi optimal. Sebagai konsekuensinya, perhatian telah beralih dari kajian mengenai penyakit ke kesehatan itu sendiri. Dari pengobatan ke pencegahan dan promosi, dan dari penekanan pelayanan kesehatan ke penekanan pada lingkungan fisik dan sosial sebagai determinan utama status kesehatan seseorang. Oleh karena itu, pada saat yang sama, pasien akan dipandang sebagai manusia seutuhnya, tidak lagi hanya dipandang sebagai suatu tubuh yang sakit saja (Locker, 1997). Hal ini akan mempengaruhi porsi perhatian yang diberikan kepada pasien terkait pengalaman subyektif pasien mengenai penyakit dan tubuhnya. Dalam bidang kedokteran gigi, implikasinya adalah bahwa dalam memeriksa pasien seorang dokter gigi tidak boleh hanya memperhatikan aspek gigi pasien yang sakit saja, namun juga harus memandang pasien tersebut sebagai manusia seutuhnya. Seorang dokter gigi harus mampu melakukan pendekatan interpersonal kepada pasien dalam rangka menggali informasi sebanyak-banyaknya, termasuk apa yang dirasakan pasien sehingga penyakit-penyakit yang terkait dengan penyakit gigi / mulut yang diderita pasien dapat diketahui.
Yewe-Dwyer (1993), dalam Slade (1997) mendefinisikan kesehatan mulut sebagai keadaan mulut dan struktur terkaitnya yang terbebas dari penyakit, oklusi dapat terpenuhi dalam rangka mengunyah makanan, dan penampakan gigi geliginya bagus secara sosial. Definisi ini mash mengacu semata-mata pada kondisi mulut saja, belum memandang seseorang sebagai manusia seutuhnya.
Definisi alternatif yang merefleksikan secara lebih dekat pemikiran kontemporer mengenai kesehatan mulut dijabarkan oleh Dolan (1993), dalam Slade (1997) yaitu keadaan gigi geligi dimana seseorang merasa nyaman dengan kondisi itu, gigi geligi tersebut dapat berfungsi dengan baik dan memungkinkan orang tersebut untuk melanjutkan peran mereka di masyarakat sesuai dengan yang mereka ingingkan. Dengan identifikasi mengenai kenyamanan, fungsi dan peran sosial seseorang sebagai komponen utama, definisi kesehatan mulut ini mengacu pada penjabaran kesehatan secara holistik, sesuai dengan definisi kesehatan menurut WHO yang telah dikemukakan sebelumnya.
Definisi serupa dikemukakan oleh Canadian Dental Association (2001), dalam MacEntee (2007) yang mengemukakan kesehatan mulut sebagai status mulut dan jaringan terkaitnya yang memberikan kontribusi positif pada kesejahteraan fisik, mental dan sosial dan kebahagiaan hidup dengan memungkinkan seseorang untuk berbicara, makan dan bersosialisasi tanpa hambatan rasa sakit, ketidaknyamanan maupun rasa malu.
Dari penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembahasan mengenai kesehatan mulut tidak hanya berfokus pada rongga mulut saja, namun juga harus dilihat dari faktor individual seseorang sebagai manusia seutuhnya sehingga dapat dilihat keterhubungan kesehatan mulut dengan kondisi medis, ancaman kesehatan yang mungkin ada, kesejahteraan dan kualitas hidup seseorang.
Comments
Post a Comment