a drop of coffee, a million of inspirations
Jam dinding di kamar saya sudah menunjukkan pukul 00:40 dini hari, tapi nggak tau kenapa mata masih seger banget rasanya. Bener-bener nggak mau diajak kompromi, padahal besok (eh, berhubung ini sudah lewat jam 12 malam jadi seharusnya saya bilang 'nanti' ya bukan 'besok' lagi) harus kerja pagi-pagi. Ini semua gara-gara kopi dan tidur hampir tiga per empat hari. Hari minggu kali ini praktis saya habiskan di atas kasur. Glundang glundung nggak jelas nonton drama korea sampai menyisakan 1 episode terakhir saja yang belum saya nikmati. Oh ya, saya juga sakit kepala. Jadi sebenarnya bukan 100% salah kopi. Ini juga akibat sakit kepala yang sudah hadir sejak sore tadi, yang belakangan ini memang hampir pasti ikut mampir setiap kali datang bulan.
Sekitar 7 jam yang lalu saya ngopi, dengan pacar dan seorang teman yang sudah saya anggap seperti kakak saya sendiri. Kata orang, kopi adalah sumber inspirasi. Bagi saya sih, a drop of coffee = a million of inspirations. Dalam perjalanan pulang selepas ngopi, tiba-tiba saja sebuah pikiran menghantam otak saya (wuih menghantam, nggak ada kata-kata yang lebih pas apa ya). Sebuah pikiran mengenai keluarga. Family. Bagi sebagian orang, keluarga adalah segalanya. Pada hakikatnya hidup adalah menjalani kehidupan, dan keluarga, bagi sebagian orang, bermakna kehidupan itu sendiri. Family means a whole life.
Tapi kali ini saya bukan mau bicara mengenai keluarga. Belum, lebih tepatnya. Sudah lama saya nggak nulis. Untuk nulis lagi setelah lama vakum, rasa-rasanya bakal kayak mencoba bangkit lagi setelah lama mati. Butuh ngendorin otot-otot yang kaku. Yang mau saya bilang disini adalah, saya nggak mau tiba-tiba nulis sesuatu yang serius setelah lama nggak nulis. Bisa-bisa nanti saya banyak keseleo. I've just back from death, and I'm not crazy enough to start running when my muscles still need to stretch up.
Usut punya usut, bukan cuma saya yang kena sindrom dihantam sejuta inspirasi setelah ngopi. Beberapa saat setelah touched down di kasur, teman ngopi saya, panggil saja Bang Ipuz, nge bbm, minta dikasih tips nulis. Berhubung saya dulunya sempat jadi penulis (yang sekarang udah nggak pernah nulis) ecek-ecek. Ya sudah, pembicaraan kami di bbm jadi lumayan panjang seputar menulis. Gimana memulai, alur, pemilihan kata, dsb, dst. Kaget juga sih saya sebenarnya, masih bisa ngasih tips tips sebegitu rupa ketika saya sekarang sudah nggak pernah nulis samasekali. Miris, buka page blog dan tumblr, postingan terakhir sudah lama sekali. Saya jadi teringat kata-kata rekan menulis saya (nggak hanya 1 orang) ketika saya masih aktif di dunia kepenulisan bertahun-tahun yang lalu:
"Kamu kan besok mau jadi dokter... Bakal ketemua banyak orang dengan bermacam-macam sifat, bermacam-macam masalah... Akan sayang sekali kalo kamu berhenti nulis..."
Hari ini, entah kenapa saya seperti diingatkan kembali dengan kalimat itu. Jauh di lubuk hati saya, saya memang rindu menulis. Hmmm mungkin memang ini saatnya, saya harus mulai menata ulang ruang di pikiran saya, menyisakan satu space sehingga bisa mengarahkan lagi jari-jari saya untuk menari di atas keyboard. Mungkin bisa saya mulai dengan satu tema yang tiba-tiba saja mengusik otak saya seperti yang sudah saya sebutkan tadi; keluarga. Karena meskipun bagi sebagian besar orang dengan latar belakang harmonis, family means entire life, bagi beberapa orang dengan latar belakang broken home, bisa jadi keluarga adalah sesuatu yang jauh berbeda, jauh lebih kompleks daripada kehidupan itu sendiri.
Jadi, adakah yang bersedia menjadi narasumber?
Comments
Post a Comment