Suka Duka Jadi Relawan - Part II

Benar juga kata Mirsa, jadi relawan itu butuh tenaga ekstra.

Harus siap angkut-angkut, harus lihai kupas mengupas (khusus untuk yang di dapur), dan bagaimanapun, harus tetap HORE. Hore? Yep. Ini prinsip saya sih sebenarnya, bahwa secapek apapun, kalo mood masih hore, insyaAllah nggak akan apa-apa. Ahaha.

Dan begitulah, hari kedua dan selanjutnya jadi relawan udah mulai terbiasa dengan kerja keras banting tulang (lebay nih) di dapur. Agak cemas juga pas dapet sms dari mas koordinator pendamping pengungsi bahwa kehadiran kami sangat dibutuhkan *nyatanya, dasar bamboo face, kami bertiga tetap saja ngeloyor ke dapur umum, bukannya bantuin trauma healing pengungsi di barak sesuai awal mula 'kontrak' kami. Ah, tapi biar sajalah, yang penting bisa berguna juga di dapur *padahal pas disuruh bikin bubur aja langsung ndlongsor menyerah. Ampun mas, kami adalah wanita masa kini yang pegangannya laptop sama telepon genggam, bukan cobek dan ulekan -> ups, ini konten yang tidak mendidik sebenarnya*

Pengalaman. Itu pelajaran berharga yang saya dapet dari (latihan) jadi relawan. Gimana caranya kerja sama, saling berbagi untuk sesama.. Ah, momen2 yang nggak akan terlupakan *halah*

Di hari ketiga, tiba-tiba saya harus rela berpisah dengan pisau dan kentang *hahaha, 2 hari berturut-turut saya nggak lepas dari tugas ngupas sama ngiris kentang soalnya* karena mas2 PJ relawan ngasih tugas ke saya buat gantiin dia jadi PJ relawan. Tugasnya sebenernya simpel, cuma ngecek jumlah relawan tiap bagian *ada bagian kebersihan, transport, barak, security, dll* dan memastikan mereka bener-bener dapet jatah makan. Saya pikir sih, aah kecil, tugas beginian doang. Tapi, ternyata saya bener-bener harus keliling gelanggang berkali-kali, nanyain tiap bagian satu persatu sampe kaki gempor :O

Ngomong-ngomong, selain tambah pengalaman, jadi relawan itu juga bisa tambah kenalan. Hahaha. In fact, saya ketemu dengan orang-orang yang sangat unik. Oke, lagi-lagi, bener kata mirsa, setiap orang itu unik; bahkan yang pendiem pun unik-ya di situ itu uniknya :D

Pertama, ada mas spiker on : mas2 koordinator dapur yang sumpe gile kalo ngasih pengumuman. Oke, kami bertiga menyebutnya spiker on karena, setiap kali ngasih instruksi, suaranya pasti keras banget dan saya yakin kedengeran sampe mana-mana. Si Mirsa punya cerita tersendiri dengan orang ini, ah tapi saya nggak berhak membeberkannya di sini, hahaha, lagian udah diceritain di blognya dia :p Yang jelas, lepas dari keanehannya, saya salut, dalam kondisi seperti itu dia masih bisa tahan menghadapi tigapuluhan manusia yang kerja di dapur umum, dengan idealitas dan isi otak yang masing-masing berbeda.

Yang kedua, ada mbak belin : mbak-mbak anak KG angkatan 07 (kalo nggak salah) yang 'wah' banget rasanya bisa ditemui di dapur umum. Hahaha, habisnya biasanya anak KG sepi di tempat-tempat seperti gelanggang atau UKM2 itu..

Yang ketiga, ada mas TT alias tegangan tinggi. Hahaha, kenapa tegangan tinggi? Karena masnya ini orangnya juga unik sekali : tiap muncul di dapur pasti yang kelihatan pertama senyum sama matanya. Nggak pernah absen ngajak ngobrol sambil melontarkan kalimat-kalimat GR : "Hayo kalian ngeliatin aku ya?" dengan disertai lirikan matamu menarik sapi.. hihihi. Pokoknya setiap kali ngomong, mas TT ini selalu sambil memain-mainkan alis dan kelopak matanya, bikin kita-kita curigam jangan2 masnya ini berniat 'nyetrum', makanya trus namanya kita ganti jadi mas TT alias tegangan tinggi - hoahahahah, maaf lahir batin ya mas ya..

Terus, ada lagi mas-mas angkatan entah berapa-tapi-kayaknya-udah-tua yang ngaku angkatan 2009 dengan muka serius. Sumpeh ini orang kayaknya mbakat jadi pelawak deh. Bercandanya nggak kelihatan, mukanya innocent. Meskipun begitu, masnya ini mas yang berpikiran paling jernih, yang bisa membuat masuk akal suasana, atas apapun instruksi-yang kedengarannya aneh tapi sebenarnya untuk kebaikan kami bersama-dari mas spiker on.

Jadi begitulah, sekelumit kisah *heleh ngomong apa* jadi relawan.

Dan kita stop sampe hari keempat, mblenjani janji kita sama mas sekretariat bahwasanya kami sanggup 7 hari full jadi relawan. Ini karena kisah tersendiri yang dialami oleh mirsawati, yang membuatnya takut untuk kembali lagi ke tempat itu. Hahaha, yasudahlah, paling nggak, sudah ambil bagian membantu sesama. :)