Emosi *&^$%$#$#@$$

Seminggu ini (dimulai dari hari Senin tanggal 4 Juli lalu) Academic Department Denta Paramitha melangsungkan perhelatan akbar (maaf lebay) bertajuk Workshop & Toefl-Like Test 2011. Saya, alhamdulillah diamanahi menjadi koordinator sie perkap. Baru pertama kali saya menjabat sebagai 'tim angkut2' dalam sebuah kepanitiaan, dan ijinkanlah saya mengucap alhamdulillah karena dengan ditunjuknya saya menjadi koor sie perkap, saya mendapatkan beberapa pengalaman baru yang insya allah nggak akan terlupakan. Salah satunya yang paling menarik karena penuh dengan ketegangan adalah, suka duka berurusan dengan salah seorang bapak penjaga ruang yang sangat unik.
Hari senin, tanggal 4 Juli. Salah seorang rekan saya dari bagian konsumsi menelepon saya dengan suara panik:

"Pren, kok ruangannya dipake?"

Mulai dari situlah awal masalahnya. Bahwa ternyata pada hari itu diadakan seminar dengan pembicara dari Jepang yang bertempat di ruangan yang sudah dari jauh-jauh hari saya pesan untuk kami pinjam dalam rangka workshop TOEFL. Saya masih mencoba untuk tenang. Semoga seminarnya selesai sebelum jam satu siang. Tapi usaha saya untuk tetap tenang seketika hancur lebur ketika saya menanyakan kepada bapak penjaga ruang jam berapa kiranya acara tersebut akan selesai. Beliau bilang, jam dua siang. Artinya, saya harus mencari ruangan alternatif kalau tidak ingin acara toefl di hari pertama gagal total karena ada perseteruan antara pihak panitia dengan peserta yang (mungkin) disebabkan karena peserta merasa tidak diberi pelayanan yang baik. Toh sebenarnya saya juga bisa memaklumi bahwa, pastilah seminar itu yang mendapat prioritas utama karena, acara itu memang acara yang diadakan oleh fakultas. Yang saya sayangkan hanyalah, jika memang begitu keadaannya, kenapa tidak ada yang menghubungi kami, panitia, kalau ruangan tidak bisa kami pakai karena ada acara fakultas yang mendadak? Toh kami sudah memesan ruangan itu dengan surat resmi, telah mengantongi ijin dari wakil dekan, dan juga, organisasi kami kan organisasi resmi di bawah KM. Peristiwa seperti ini membuat saya menjadi berpikir yang tidak-tidak, jangan-jangan rasa tenggang rasa antar penghuni fakultas sudah hilang. Satu pihak tidak mau peduli jika kegiatan yang diadakan pihak lain gagal total. Padahal, kalau begitu adanya, imbasnya tidak lain dan tidak bukan adalah tercorengnya nama baik fakultas. Oke, mungkin pikiran saya memang agak lebay. Tapi, memang seburuk itukah hubungan dan komunikasi antara para stakeholder fakultas dengan mahasiswa?
Alhamdulillah, seminar hari itu berakhir sebelum jam satu siang. Saya pikir masalah sudah beres, karena ruangannya bisa dipakai. Namun ternyata satu hal yang menaikkan level kepanikan saya terjadi lagi, ketika saya, dengan itikad baik bermaksud mengutarakan niat untuk meminjam ruang.

"Bagaimana Pak, bisakah kami memakai ruang nanti jam 1?"

Si Bapak, dengan ekspresi wajah yang sudah tidak bisa saya jelaskan (karena tidak jelas itu ekspresi marah atau kesal atau takut atau entah apa) menjawab dengan nada tinggi,

"Pake apa?! Saya nggak tau! Saya nggak dikasih surat! Kalau mau pakai bilang dulu sana ke pengajaran! Saya ini emosi ini, EMOSI!"


Whoa. Sekonyong-konyong saya pengen meluapkan emosi kemarahan yang sama kepada bapaknya, yang sudah selama beberapa jam terakhir saya tekan sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan. Tapi untungnya dengan sangat unik suasana hati si Bapak berubah dengan sangat tiba-tiba, dan lalu memperbolehkan dan mempersilakan kami untuk menggunakan ruangan.

Well, walau begitu, sikap si Bapak selama beberapa saat yang penuh dengan kemarahan tadi membuat saya bingung. Bagaimanapun, sampai sekarang saya tidak habis pikir dengan orang-orang yang menyikapi suatu masalah dengan emosi yang anehnya, berupa kemarahan. Dan lagi, ketika kemarahan itu diluapkan kepada orang yang belum jelas posisinya salah atau tidak. Memangnya asas praduga tak bersalah sudah tidak berlaku ya di Indonesia tercinta ini?

Sebenarnya, apa itu emosi? Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh, emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari, 1995). Semua emosi berasal dari sistem limbik otak yang kira-kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut dan terletak di batang otak. Orang-orang cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara relatif tidak aktif. Sistem limbik orang tidaklah sama. Sistem limbik yang lebih aktif terdapat pada orang-orang yang depresi, khususnya ketika mereka memperoleh informasi negatif.

Sebetulnya terdapat berbagai jenis emosi: ada yang negatif, ada yang positif. Marah hanyalah salah satu jenis emosi negatif. Selain marah, yang termasuk emosi negatif, antara lain, waspada, benci, jijik, sedih, dan ngeri. Sedangkan yang termasuk emosi positif antara lain gembira, menerima, heran, dan takjub. Dalam interaksi sosial, emosi memegang peran sangat penting. Bayangkan bagaimana seandainya relasi antarpribadi berlangsung tanpa disertai emosi: kita berkomunikasi dengan ekspresi datar, tanpa lonjakan perasaan.

Meskipun demikian, ekspresi emosi meledak-ledak tak dapat diterima oleh masyarakat (saya juga termasuk, dalam hal pinjam-meminjam ruang itu). Itulah sebabnya diperlukan pengendalian emosi, bukan hanya untuk mengurangi ekspresi emosi yang tidak diharapkan, melainkan juga mengendalikan beberapa bentuk emosi yang sering kali menyulitkan kita sendiri, seperti kemarahan, kecemasan, rasa bersalah, dan juga cinta romantis.

Bagaimana mengendalikan emosi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami apa itu emosi dan bagaimana proses kerja emosi.

Memahami emosi
Eastwood Atwater, penulis buku Psychology of Adjustment, mengartikan emosi sebagai suatu kondisi kesadaran yang kompleks, mencakup sensasi di dalam diri dan ekspresi ke luar yang memiliki kekuatan memotivasi untuk bertindak.
Ketika kita mengalami emosi tertentu, misalnya gembira, tentu ada penyebabnya: berjumpa dengan orang yang dikasihi, mendapat bonus, dan sebagainya. Demikian pula ketika mengalami emosi sedih, hal itu tentu ada penyebabnya: gagal ujian, putus hubungan dengan orang yang dicintai, dan sebagainya.
Peristiwa-peristiwa yang yang kita hadapi itu akan mengakibatkan otot-otot secara refleks berkontraksi karena mengalami stimulasi semacam sengatan listrik. Selanjutnya, dengan itu kita menyadari dan menginterpretasi bahwa kita sedang gembira atau sedih, lalu interpretasi itu menentukan bagaimana kita bertindak.
Berdasarkan keadaan tersebut, kita dapat menemukan bahwa emosi terdiri dari tiga komponen, yaitu adanya perubahan fisiologis (sensasi pada tubuh), kesadaran dan interpretasi yang bermakna subyektif akibat adanya sensasi, serta kemungkinan mengekspresikan kesadaran itu dalam tindakan.
Berikut kita coba memahami lebih jauh mengenai tiap-tiap komponen berdasarkan penjelasan Atwater. Hal ini penting karena, dengan memahami komponennya, kita akan menemukan cara mengendalikan emosi melalui komponen tersebut.

Sensasi tubuh
Penjelasan seperti di atas, yakni bahwa persepsi (interpretasi) kita terhadap stimulus eksternal dirangsang secara otomatis oleh adanya perubahan pada tubuh, merupakan teori lama dalam psikologi. Hasil temuan yang lebih baru menunjukkan, lokasi sumber emosi ternyata ada pada sistem saraf pusat, yakni otak.
Emosi melibatkan jaringan kerja perubahan fisiologis cukup rumit, yang memengaruhi jiwa dan tubuh secara simultan. Ketika sebuah stimulus dirasakan oleh indra, impuls (sinyal/pesan) dikirim melalui saraf-saraf menuju pusat otak. Di sana proses impuls terbagi dua. Sebagian terkirim ke korteks, tempat stimulus disadari dan emosi dirasakan. Sebagian lainnya terkirim menuju otot, tempat perubahan tubuh dan perilaku terjadi. Hasil temuan neurologis tersebut mengungkapkan, manusia dapat mengontrol emosi dengan memanipulasi sensasi tertentu. Contohnya, kita dapat mengendalikan emosi sakit dengan mengeblok pintu gerbang yang memungkinkan sinyal sakit terkirim ke otak. Hal ini telah dipraktikkan dalam dunia kesehatan, salah satunya dalam akupuntur.

Interpretasi sensasi
Hadirnya suatu stimulus di hadapan kita bukan saja menimbulkan sensasi secara fisiologis, melainkan juga menimbulkan interpretasi. Sensasi fisiologis menentukan seberapa besar intensitas emosi, sedangkan interpretasi yang merupakan komponen mental ini menentukan kualitas atau makna suatu emosi. Jadi, bila yang kita alami adalah emosi marah, melalui perubahan fisiologis (pada tubuh), maka kita dapat merasakan seberapa kuatnya kemarahan kita. Selain itu, melalui pengalaman mental (proses interpretasi), kita memahami mengapa kita marah dan makna-makna lain dari kemarahan kita. Mengenai interpretasi, sepasang peneliti, Schacter & Singer, menemukan bahwa gambaran mental (apa yang kita pikirkan) dan situasi sosial yang ada merupakan petunjuk sangat penting yang menentukan bagaimana interpretasi kita terhadap sensasi-sensasi pada tubuh. Contoh untuk ini adalah ketika seseorang minum secangkir kopi. Saat itu ia mungkin menyadari dan mungkin juga tidak menyadari efek kopi itu terhadap fisiologi tubuhnya. Sesaat setelah meminum kopi, jantungnya berdetak kencang. Bila saat itu ia berhadapan dengan seseorang yang berperilaku kasar, bila ia tidak menyadari efek kopi terhadap detak jantung, ia akan menginterpretasi bahwa orang yang ada di hadapannya itu telah membuatnya marah sampai jantungnya berdetak lebih kencang. Namun, bila seseorang menyadari efek kopi yang meningkatkan detak jantung, ketika berhadapan dengan orang yang berperilaku kasar, ia cenderung menginterpretasi debaran jantungnya akibat minum kopi, bukan akibat perilaku orang di hadapannya. Contoh yang sama juga dapat berlaku dalam situasi sosial yang berbeda. Ketika kita mengalami sensasi kehangatan akibat meminum satu sloki anggur (wine), bila sesaat kemudian di hadapan kita hadir seorang lawan jenis yang cukup menarik, bila tidak menyadari efek fisiologis dari anggur, maka kita cenderung menginterpretasi kehangatan itu sebagai efek dari kehadiran orang lain tersebut. Kita dapat jatuh cinta karenanya!
Dengan gambaran di atas, kita tahu bahwa emosi kita merupakan gabungan dari faktor fisiologis dan faktor proses mental (kognitif). Dengan pemahaman ini, kita dapat mengenali emosi-emosi yang melanda diri kita dengan lebih baik.
Kita dapat menelusuri apa yang membangkitkan emosi kita: adakah faktor fisiologis yang ikut berperan? Apakah kita mengonsumsi makanan, minuman, atau obat tertentu yang memengaruhi fisiologi tubuh kita? Apakah faktor hormonal, misalnya haid, menopause, andropause? Bila benar-benar tidak ada, maka kita dapat menyimpulkan bahwa emosi kita benar-benar dipicu oleh situasi sosial yang ada.
Dengan mengenali asal muasal emosi seperti itu, kita dapat lebih mengendalikan emosi. Seorang wanita yang menjadi mudah marah menjelang atau sedang haid, bila ia menyadari dampak situasi fisiologis haidnya, maka ia lebih dapat mengendalikan diri untuk tidak marah meski ada pemicu dari lingkungan sosialnya (pekerjaan tidak lancar, anak membuat kecewa, dan sebagainya). Bayangkan bila kemarahan itu kita lepaskan begitu saja. Mungkin, situasinya justru berkembang tidak menguntungkan.

Respons adaptif
Emosi sering dipahami sebagai perasaan; dan perilaku dipengaruhi oleh perasaan. Bagaimana emosi memengaruhi perilaku? Dalam ilmu psikologi, seseorang yang menerima stimulus akan segera melakukan penilaian intuitif: baik atau buruk.
Penilaian ini menjadi petunjuk atau penentu perilaku. Pada binatang terdapat respons emosi primitif, yakni fight (berkelahi) atau flight (kabur). Demikian pula emosi kita, yang mengarahkan pada tindakan tertentu: mendekat atau menghindar.
Contohnya, bila kita diserang terus-menerus oleh seseorang yang penuh kuasa (powerful), maka kita akan merasa takut. Dalam situasi demikian, muncul insting lari/kabur (flight) yang biasanya terjadi dalam situasi ketika kita merasa tidak berdaya. Namun, bila serangan terus-menerus itu datang dari orang yang menurut kita kurang berkuasa, maka perasaan kita adalah marah. Dalam situasi demikian muncul insting berkelahi (fight) yang biasanya berkembang dalam situasi saat kita merasa dapat menjadi penentu (mengendalikan).
Tampak bahwa emosi memiliki peran penting dalam hidup. Emosi memiliki dua fungsi untuk adaptasi. Pertama, hal itu merupakan predisposisi untuk melakukan respon adaptif yang memungkinkan kita melakukan pertahanan hidup (survival). Kedua, hal itu memperkuat sosialitas (social ties) antara seseorang dan yang lain dalam kelompoknya.
Fungsi adaptif yang kedua ini tampak jelas dalam situasi sehari-hari. Emosi cinta orangtua terhadap anak membantu orangtua menentukan bagaimana perilakunya terhadap sang anak. Cinta romantis membantu perilaku pasangan untuk saling mendekat. Emosi negatif, seperti cemburu, marah, dan sebagainya, juga memiliki fungsi, yaitu meniadakan perilaku yang tidak diinginkan dalam relasi sosial.
Kesimpulannya, adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk bisa mengendalikan emosi. Bila kita dapat mengendalikan emosi, berarti kita juga mengendalikan perilaku. Kapasitas ini perlu diberdayakan, terutama bila memiliki kecenderungan mengembangkan emosi yang destruktif. Tanpa pengendalian emosi, tujuan hidup dalam jangka panjang mungkin tidak tercapai akibat perilaku kita berakibat fatal. Mengendalikan emosi tidak berarti menekan emosi yang kita alami ke dalam alam bawah sadar, yakni dengan mengabaikan atau menganggap emosi itu tidak ada. Kita perlu mengakui emosi-emosi kita dalam hati, tanpa mengekspresikannya begitu saja. Kita perlu mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan. Ini merupakan salah satu cara untuk tetap sehat.

Saya berharap si Bapak penjaga ruang akan membaca postingan saya ini, demi kebaikannya sendiri.

-Disarikan dari berbagai sumber-

Comments

  1. eh sumpah deh mbak pren ini =.= curhatnya bisa jadi materi kuliah, pake referensi lagi . WOW :O #kepolk-keplok mau dong mbak daftar pustakanya :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts