Aku Mencintaimu karena Allah :')

Tadi malam saya lama termenung di tempat tidur.
Hanya karena sebuah pertanyaan tidak penting yang tidak berhasil saya jawab sampai akhirnya saya jatuh tertidur. Sebelumnya, ijinkan saya memberi peringatan bahwa, sebenarnya pertanyaan ini sungguh menye-menye, sungguh unyu, sungguh nggak penting. Oke. Pemicunya sebenarnya hanya satu: sebuah pesan singkat dari salah seorang sahabat, saudari (perhatikan huruf terakhir dari kata paling belakang yang saya tulis sebelum kurung buka adalah 'i' bukannya 'a'. Bukannya apa-apa, hanya saja, jika saya tidak menegaskan ini, saya takut mengundang pertanyaan yang tidak-tidak maupun spekulasi-spekulasi panjang yang tiada akhir semacamnya). Saudari saya ini, mengingatkan tentang betapa kita telah dekat (lagi) dengan Ramadhan, persiapan apa yang sudah kita punya untuk menyambutnya? Dan, pesan singkat itu, ditutup dengan sebuah kalimat yang sangat khas dia:
Saya sayang kamu, insya Allah, karena Allah :')
Dan, kalimat terakhir itu entah bagaimana secara otomatis menarik saya ke beberapa pesan singkatnya sebelumnya, yang berisi kalimat yang mungkin bisa dikatakan serupa namun berbeda pemilihan katanya:
Aku mencintaimu karena Allah..
Wow. Sebuah kalimat sederhana tapi mengandung makna yang luar biasa. Bahwa ketika kita tahu ada malaikat kecil di luar sana mencintai kita semata-mata karena Allah, seharusnya itu cukup menjadi bekal untuk menguatkan langkah kita. Melapangkan dada kita ketika kita ini berada dalam kesempitan yang menyesakkan. Berusaha selalu optimis dan tak berputus asa menghadapi sebuah kegagalan. Kenapa? Karena kita mempunyai bekal, sebuah kedamaian tiada tara oleh cinta yang hanya dikarenakan kecintaan pada sang Maha Pengasih, Penyayang, dan tentu saja, Pencipta cinta. Bukankah itu luarbiasa dahsyat? Maksud saya, hei, ada seseorang di luar sana yang kita tahu mencintai kita dengan ketulusan yang nyaris tidak dapat dibayangkan, bagaimana mungkin kita tega mengecewakannya dengan suguhan air mata keputusasaan dan jeritan kekalahan yang menyiratkan begitu lemahnya semangat dan iman kita?
Ini saatnya bergerak!
Bangkit lagi dari kubangan lumpur dimana mungkin kita pernah terjerembab ke dalamnya. Bersiap berlari lagi, demi membawakan secercah senyum hangat penuh semangat, keoptimisan, dan cinta untuk orang yang mencintai kita. Mungkin bisa jadi itu bentuk balasan kalimat "Aku mencintaimu karena Allah" dari hati paling dalam yang pernah dia berikan.
Tapi terlepas dari makna mendalamnya (yang membuat saya merasa begitu mulia, mengetahui ada orang yang merasa saya ini pantas diberi cinta yang hanya karena zat segala Maha) kalimat itu masih menyisakan sebuah tanya di benak naif saya. Bukan ingin menghambarkan dan mengaburkan makna yang sungguh indah dan suci dalam rangkaian kata itu, tapi mungkin lebih pada mengapresiasi sambungan huruf-huruf itu.
Pertanyaan itu, yang membuat saya terjaga sampai beberapa saat lamanya di tempat tidur.
Sebenarnya, mencintai karena Allah itu mencintai yang seperti apa?
Apakah mencintai karena Allah adalah, mencintai sesama yang didasarkan pada keinsyafan bahwa kita semua sama-sama makhluk-Nya? Ataukah mencintai dengan cinta tak bersyarat yang jauh dari sekecil apapun bentuk nafsu dunia? Ataukah cinta yang tak mengenal sebab, entah kenapa dan tiba-tiba saja ada, selayaknya hujan di musim kemarau (maaf, saya tidak bisa menemukan analogi lain yang lebih enak didengar) dan lalu kebingungan akan sebab itu menjadikan kita mengkambinghitamkan Tuhan, dengan lancang memakai namaNya sekedar untuk melengkapi barisan kata di belakang kata "karena" yang akan menggantung andai nama Tuhan tidak dituliskan? Atau mencintai karena ikatan persaudaraan seiman, karena aku muslim dan kamu pun muslim? Atau, mencintai karena Allah adalah, mencintai karena alasan-alasan akhirat yang tidak jarang tercampuraduk dengan hasrat duniawi oleh niat yang sedikit melenceng dari jalurnya? (Misalnya, karena dia sering mengingatkan saya untuk solat, dia tidak pernah lupa menyarankan saya puasa sunat, karena setiap kali ada di dekatnya saya selalu terpacu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan padaNya).
Apakah mencintai karena Allah adalah salah satu diantara 'mencintai' yang seperti itu?
Mungkin pikiran saya sungguh naif. Dan mungkin saya butuh jawaban pasti yang tidak menyesatkan, karena saya sadar diantara sekian banyak kemungkinan jawaban yang saya pikirkan, pasti ada yang (atau justru sebagian besar) menyesatkan. Lalu saya mencoba berdamai dengan pikiran saya, bahwa memang tidak seharusnya kalimat itu dipikirkan begitu jauh. Karena kalimat itu sudah titik. Paripurna. Tanpa ada makna lebih dalam yang bisa dikorek darinya. Mencintai karena Allah adalah mencintai sebatas, dan hanya karena Allah. Tidak ada sebab lain, selain karena Allah lah yang menanamkan benih cinta itu di hati kita.
Dan kemudian saya tertidur setelah berhasil berdamai dengan pikiran naif saya. Anehnya, saat terbangun pagi tadi, entah bagaimana pertanyaan itu masih saja mengapung di benak saya, menunggu diberi jawaban pasti yang bukan hanya hasil kompromi, atau kalau mau cari amannya, ya ditenggelamkan saja, dibiarkan pergi sebagai sisa-sisa kegalauan menjelang libur panjang.
Satu yang pasti, hati kecil saya sekonyong-konyong ingin mengatakannya,
Terimakasih kamu, sahabat dan saudariku, aku juga, segera, setelah pikiranku yang bebal ini bisa paham apa dan bagaimana itu mencintai karena Allah, akan mengatakan hal yang sama, bahwa aku juga mencintaimu karena Allah :')
Jadi, ada yang mau membantu saya memahaminya?
mbak pren, belum diberi judul nih .
ReplyDeleteeh? apanya yang belum diberi judul dek?
ReplyDeletebagus,bagus,bagus ....
ReplyDeletemampir di blog aku jugha yahk?
littleheartqueen91@yahoo.com
indri_queen91@yahoo.com