#random

Februarimu datang dalam tenang. Seperti kekasih yang mengendap-endap dalam gelap, hendak memberi kejutan pada yang tersayang.
Akukah?
Rasanya nyaris selaksa abad harus kuarungi untuk bersua. Namun ketika tiba saatnya, aku tak ubahnya seperti prajurit kalah perang. Tak bersisa. Bahkan simbah darah di lenganpun masih akan lebih bermakna daripadanya; wajahku yang kosong tanpa ekspresi. Menyiratkan ribuan perasaan yang bingung akan kubiaskan pada berapa sisi.
Ah, selalu saja seperti ini. Aku menyalahkan diri sendiri ketika merasa seperti kekasih yang berkhianat oleh sepi. Ya, aku menunggunya. Hanya saja, aku lebih dulu menyerah, menghabiskan seluruhku pada permainan nasib yang penuh tipudaya. Mungkin kau bakal bilang sejatinya itu ujian buatku. Nyatanya aku tak mampu berbuat apa-apa selain mempersilakan nasib berbuat sesukanya. Pun jika kubuat penyambutan sepi, itu bukanlah salah siapa. Aku akan jujur bahwa aku pernah punya teman seperjalanan namun kuusir dalam sia-sia, hanya karena dia tampak begitu bahagia oleh kepunyaannya akan cinta yang baru saja lahir ke dunia.
Dan inilah aku, menyambut februarimu dalam nanar yang samar. Setelah hampir putus asa karena entitas diriku baru saja terkoyak menyisakan luka meradang yang berdenyut-denyut demikian hebatnya. Ya ya ya, kau pasti pernah mendengar tentangnya, dongeng indah mengenai penyatuan tiga unsur duniawi yang membentuk segenapku. Jiwaku. Sudahlah, aku enggan bebicara mengenainya, karena aku telah kehilangan koyakannya yang menguap begitu saja ke bumantara.
Maka ampunkanlah aku, yang begitu pengecut bergulat dengan realita. Bila kau dapati wajahku sembab air mata. Karena nyatanya memang aku tak kuasa bersambut apa-apa. 
Pun sebuah tanda sederhana.

Comments

Popular Posts