UntitLeD..,,

Begitu renyah
Begitu ringan
Begitu menyejukkan
Dia, angin selatan
Memang sungguh berangkat dari titik tolak hembusan angin utara
Menebarkan wewangian dalam tiap hembusannya
Sungguh, kadang aku merasa sungguh berbatas rasa ini
Tak pernah bisa mengartikan sejatinya senyum itu
Senyum angin selatan yang seakan berkata pada angin utara bahwa
Sebenarnya kekeringan yang diciptakan angin utara benar-benar tak berguna
Hanya bisa meninggalkan perih bagi luka tersentuh debu panas darinya
Sungguh, setinggi jaya wijaya di timur sana kagum ini
Takjub oleh pesona yang diciptakan senyum itu
Yang tak henti-hentinya pancarkan kenaifan
Meski, sekali lagi, tak pernah kupaham arti sesungguhnya naif itu
Dan aku tersiksa di sini
Merasa bagai pendosa yang tak akan pernah kuasa tuk sekedar berdiri di pintu taubat
Tersadar betapa kejam menyandingkan angin utara dan angin selatan
Begitu tak berdayakah aku pada keduanya?
Begitu tak mampukah aku bersanding di sisi-sisi mereka?
Bukan menjadi sekat pembatas kasat mata yang selalu menutup mata pada kejamnya realita?
Karena angin utara dan angin selatan
sejatinya adalah dua yang tak pernah bisa disandingkan
2 titik kabur di luar kuasa tangan ini
---------------------------------------------------------------------------------------
Sementara fakta bahwa angin selatan sungguh menyita perhatian ini
Sungguh menyesakkan dada
kadang ku merasa begitu hina dengan pasrah begitu saja
Ku begitu malu akui pada dunia
Bahwa ku hanya bisa diam membeku,
tanpa satu langkah yang pasti
Hanya bisa menunggu
Mengalir ikuti arus air yang membawaku jauh dan semakin jauh dari diriku yang sesungguhnya
Maka sebenarnya siapa aku?
Dedaunan kecil yang selalu diterbangkan angin kesana kemari
Atau kelopak mawar yang terseret arus kali?
---------------------------------------------------------------------------------------
Di sana, di pojok itu
Pada cahaya dari pintu yang menghadap pada batang kamboja
Kutemukan setitik tanda dari hilangnya hembusan angin utara
Entah kenapa semua pada awalnya tampak sangat kabur
Tak pernah ku sadar titik itu bernaung di sana
Menungguku
Berusaha sekuat tenaga menyita kilatan mata ini walau sesaat
Kini, ketika mata ini telah sadar keadirannya
Ingin tangan ini meraih diam-diam membelainya
Tapi untuk apa?
Terlanjur malu muka ini
Terlampau jauh kaki ini melangkah tanpa izin
Malu aku pada angin utara
Harus kuapakan?
Kubagi dengan angin selatan?
Dimana harga diriku????????!!!

Comments

  1. heh, sepertinya aku sedikit mengerti yang kau tulis...
    hahaha!!

    sementara si angin tlah menghilang, kini kau berharap pada angin yang lain.

    ahahahaha..
    ciiiieeee...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts