Whatdayathink About Higheels?

Wanita masa kini?
Boleh dibilang, sebagian besar akrab banget sama yang namanya higheels alias sendal maupun sepatu hak tinggi. *kecuali yang hormon testosteronnya kelewat banyak, menjadikan sisi laki-lakinya lebih menonjol daripada sisi wanitanya*
Alasannya macam-macam, ada yang pakai hak tinggi karena memang ditakdirkan terlahir sebagai ras melayu yang tinggi badannya nggak se-menjulang ras kulit putih menjadikan nafsu untuk menambah tinggi badan semakin besar, sekadar menyesuaikan dengan pakaian yang dikenakan *misalnya aja kalo lagi pake kebaya, masa iya mau pake sneaker?* sampai tuntutan profesi.
Memang sih, seyogyanya, hak tinggi menjadikan wanita lebih anggun. Lebih cewek. Lebih PD juga. Tapi kebayang nggak, kalo ternyata di balik keanggunan itu, kecewekan itu, ke-PD-an itu, cewek-cewek harus membayar mahal untuk mendapatkannya? Not materially, but physically.
Kenapa saya bisa bilang begitu? Oke, kalau boleh sedikit cerita, seharian kemarin saya ikut tampil paduan suara FKG UGM di acara pelantikan dokter gigi spesialis. Seragamnya kebaya. Sepatu macam apa yang cocok untuk melengkapi kebaya, saudara-saudara? Bot? Oh, tentu saja tidak. Jawabannya, sudah pasti : higheels.
Sedikit bercerita lagi, saya adalah wanita biasa saja *maksudnya tidak kelebihan hormon testosteron maupun progesteron atau estrogen, semuanya masih ada dalam batas normal* yang nggak doyan memakai sepatu berhak tinggi. Semua sepatu maupun sendal yang saya punya, flat. Nggak ada yang berhak barang sesenti pun. Dan demi acara ini, *demi menyempurnakan penampilan, lebih tepatnya* saya harus rela pontang-panting kesana-kemari mencari pinjaman sepatu gelap berhak tinggi. Hasilnya? Nol besar. Teman-teman dekat saya, yang sepaham dengan saya bahwa hak tinggi itu menyiksa, nggak ada yang punya. Di tengah kebingungan saya yang hampir putus asa, tiba-tiba sesuatu yang teronggok di pojokan garasi rumah menarik perhatian saya : sepasang sepatu cokelat gelap, manis sekali, dan berhak sangat tinggi (saya nggak sempet ngukur, tapi berani taruhan panjangnya lebih dari 7 senti). Itu punya kakak ipar saya, dia bertolak belakang sekali dengan saya: tipe wanita modis masa kini yang punya prinsip bahwa hak tinggi itu wajib. Dan seperti manusia hutan yang sudah 3 hari tidak makan dan akhirnya menemukan santapan, langsung saya bawa saja sepatu itu ke kampus.
Sebagai tambahan, sepatu itu bukan saja berhak sangat tinggi sebenarnya, tapi juga hampir tidak muat di kaki saya.
Hasilnya?
Kaki saya lecet-lecet, berani jamin besok pasti ber-callus atau kapal bahasa awamnya, dan betis saya luar biasa capeeeekk..pegal-pegal parah. Bukan betis saja ternyata yang saya rasakan pegal di malam harinya.. tapi juga badan saya.
Saya bukan sekadar lebay, tapi rasanya benar-benar lebih capek daripada tracking di kalikuning!
Karena itulah, saya mulai penasaran : hak tinggi sebenarnya baik nggak sih untuk kesehatan?
Iseng-iseng googling, dan hasilnya..jreng jreng jreng..saya benar-benar menemukan banyak sekali artikel mengenai efek negatif pemakaian hak tinggi.
- Yang paling umum, pemakaian hak tinggi yang terlalu sering memicu timbulnya hammertoe, callus, atau kapal. Pengennya sih tampil cantik, tapi kalau kaki kita jadi nggak cantik gara-gara banyak kapalnya? Wah, nanti dulu..
- Otot-otot kaki akan memendek. Para ahli di dunia berpendapat bahwa bila tubuh ditopang dalam posisi yang tidak seimbang dalam waktu yang lama akan mengakibatkan mengecilnya otot-otot tubuh. Seperti yang dikemukakan oleh Marco Narici, seorang ahli dari Universitas Metropolitan Manchester, bahwa pemakaian hak tinggi menjadikan wanita berjinjit saat berdiri, yang menyebabkan otot kaki memendek. Ketika dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan ultrasound, serat-serat otot milik wanita yang memakai sepatu berhak tinggi lebih dari 5 cm setiap hari lebih pendek daripada serat otot milik wanita yang menggunakan sepatu flat. Pemendekan otot ini akan mempengaruhi kerja tubuh secara keseluruhan, karena otot dipaksakan melakukan kerja ekstra. Apapun yang kerjanya diforsir, pasti lebih cepet kan rusaknya.. Ini yang jadi penyebab kenapa wanita yang sering memakai hak tinggi di kemudian hari bisa mengalami kesulitan berjalan. Nah lo. Nggak mau kan masa tua kita yang seharusnya bisa diisi dengan nemenin cucu main, atau olahraga, malah dipenuhi penyesalan karena bisanya hanya tiduran di kasur aja?
- Mempertinggi risiko terjangkit schizophrenia. Untuk yang satu ini, saya utang ngasih penjelasan detail, deh.. Masih belum jelas juga soalnya gimana bisa..
- Mempertinggi risiko terkilir. Buat yang masih belum fasih dan mahir memakai hak tinggi, hati-hati lho ya, nggak jarang karena medan yang harus kita lewati nggak semulus jalan tol, si hak ramping nan tinggi membuat kita hilang keseimbangan terus jatuh dan pergelangan kaki terkilir.
- Mengurangi kelincahan. Oke, hampir semua wanita di muka bumi ini pasti sepakat dengan teori bahwa anggun dan lincah itu dua sifat yang benar-benar bertolak belakang. Tapi coba deh bayangin, di zaman yang semakin gila ini, pas kita jalan ke mall atau sekadar pergi ke warung, tiba-tiba ada orang berniat jahat sama kita.. Gimana caranya kabur dengan sepatu berhak sepuluh senti? *Walaupun sebenarnya contohnya kurang masuk akal; masa iya ke warung aja pake sepatu hak tinggi?* Tapi intinya begitu lah. Zaman sekarang kan cewek-cewek harus pintar-pintar jaga diri..
- Memicu gaya hidup boros dan menambah angka kemacetan jalan raya. Logikanya, kalau pake sepatu hak tinggi kan nggak enak kalau mau naik motor. Kalau mau jalan kaki juga nggak enak, soalnya pasti jalan lima meter aja udah bikin capek. Maka alat transportasi yang pas untuk nona berhak tinggi adalah mobil. Kalau jumlah mobil di jalanan bertambah, macet juga bakal semakin menggila. Ditambah lagi, bensin yang dibutuhkan juga semakin banyak. Untuk yang kebetulan belum bisa naik mobil atau nggak punya mobil, tentu saja akan mengandalkan taksi. Dan ongkos taksi itu lebih mahal daripada jalan kaki.
- Menambah gairah seks. Bagi sebagian orang, efek ini lebih diartikan ke efek positif daripada negatif. Hmm..itu sih monggo, tapi yang jelas, dalam studi yang dilakukan pada 66 wanita usia 50 tahun ke bawah dan pengguna sepatu dengan hak membentuk sudut 15 derajat terhadap tanah atau ekivalen dengan hak setinggi 2 inci (5cm), ternyata memiliki postur tubuh yang sama baiknya dengan mereka yang menggunakan sepatu bersol rendah, dan menunjukkan sedikitnya aktivitas elektrik pada otot dasar panggul.Postur ini justru membuat otot dasar panggul berada pada posisi optimum, yang bisa memperbaiki kekuatan dan kemampuannya saat berkontraksi. Otot dasar panggul adalah komponen penting pada tubuh wanita, dan juga bisa memperbaiki performance dan kepuasan saat bercinta. Otot ini juga mendukung kinerja organ panggul yang meliputi kandung kemih, otot perut, dan kandungan.
Nah, jadi, ternyata untuk mendapatkan sebuah penampilan yang anggun sempurna itu nggak gampang, karena ternyata ada bahaya yang mengancam tubuh kita di balik itu semua. Tapi, asalkan kita bisa menerapkan pola hidup yang sehat dan seimbang, efek buruk itu pasti bisa dikurangi. Diantaranya dengan mengurangi frekuensi pemakaian hak tinggi *jadi nggak saklek tiap hari pake hak tinggi* atau dengan melakukan stretching dulu sebelum beraktivitas dengan hak tinggi, agak otot-otot tubuh kita terutama otot betis tidak terlalu kaget saat dipaksa melakukan kerja ekstra.
Comments
Post a Comment