Aku dan Ketika
Saksikanlah, sekarang hanya tersisa Aku dan Ketika
Nyalang, bahkan gerimis pun menghilang
Sementara senyummu tetap saja datar
Entah malu sembunyikannya di belakang layar
Sungguh aku tidak mengapa,
Tersenyumlah!
Karena sejatinya adalah hak setiap orang
Jalan hidup tidak saja lurus tanpa aral, kawan
Memang harus ada;
Di tengah perjalanan ketika kau habis bekal
Lalu sejenak berhenti,
Mengetuk setiap pintu kayu yang kau jumpai
Pun aku kini,
Demi suntikan kekuatan penerus pijakan:
jika ada
Sayangnya, semua pintu tertutup rapat tak bercelah
Malam sebelumnya semua orang membuka kitab cakrawala dunia,
dan mengenaliku sebagai musafir yang membawa wabah
Hela nafasku terhenti kala ini
Darimana dayaku memberontak dan katakan tidak
Sedang untuk berdiri pun rasanya kaki ini hampir berasa mati?
Sekonyong-konyong semua kembali gulita
Kereta yang dulu kunaiki sampai di sini ternyata benar-benar maya
Sedetik lalu aku mencoba mengais sisa kasih sayang yang pernah kutebar,
Tapi rupanya yang lalu hanya seperti menebar pasir di gurun berangin
Tidak bisa kulakukan yang lain,
Hanya berpandangan nanar dengan Ketika
Meratapi nasib, menunggu sangkakala sambil bernostalgia
Nyalang, bahkan gerimis pun menghilang
Sementara senyummu tetap saja datar
Entah malu sembunyikannya di belakang layar
Sungguh aku tidak mengapa,
Tersenyumlah!
Karena sejatinya adalah hak setiap orang
Jalan hidup tidak saja lurus tanpa aral, kawan
Memang harus ada;
Di tengah perjalanan ketika kau habis bekal
Lalu sejenak berhenti,
Mengetuk setiap pintu kayu yang kau jumpai
Pun aku kini,
Demi suntikan kekuatan penerus pijakan:
jika ada
Sayangnya, semua pintu tertutup rapat tak bercelah
Malam sebelumnya semua orang membuka kitab cakrawala dunia,
dan mengenaliku sebagai musafir yang membawa wabah
Hela nafasku terhenti kala ini
Darimana dayaku memberontak dan katakan tidak
Sedang untuk berdiri pun rasanya kaki ini hampir berasa mati?
Sekonyong-konyong semua kembali gulita
Kereta yang dulu kunaiki sampai di sini ternyata benar-benar maya
Sedetik lalu aku mencoba mengais sisa kasih sayang yang pernah kutebar,
Tapi rupanya yang lalu hanya seperti menebar pasir di gurun berangin
Tidak bisa kulakukan yang lain,
Hanya berpandangan nanar dengan Ketika
Meratapi nasib, menunggu sangkakala sambil bernostalgia
Comments
Post a Comment