Sekaten
Well. Ucapkan selamat pada saya karena tahun ini saya maen ke sekaten nggak tanggung-tanggung, tiga kali berturut-turut *ngapain mbak? jualan bolang-baling di sana?* hahaha, enggak lah... Saya nggak bakal sebegitu niatnya bolak-balik maen ke sekaten kalo bukan karena diajak sama temen-temen saya, kok. Tiga kali, masing-masing with 'partner in crime' yang beda-beda. Oke, ijinkan saya untuk sedikit bercerita, maka, marilah selanjutnya kita sebut masing-masing cerita itu dengan sekatenan episode I, II, dan III.
Sekatenan episode I, partner in crime saya adalah Mas Arief. Apa yang terjadi di sini? Standar: naik bianglala dan masuk rumah hantu. Ehm, sebenernya nggak bisa dibilang standar juga sih, mengingat ada sedikit unsur surprise di sini, soalnya rencana awalnya nggak ada niat untuk mampir ke sekaten. Eeh..ini malah ditantangin naik bianglala sama ketemu pocong dan kuntilanak nggak jelas di rumah hantu remang-remang itu. Untuk bianglala sih, standar lah ya. Entah saya kelewat kebal atau gimana, bianglala yang muternya gitu-gitu aja masih belum ada apa-apanya untuk memacu adrenalin saya ngamuk. Begitu juga dengan rumah hantu. Saya pikir, semua jenis dhedhemit jadi-jadian ada di dalam, kayak genderuwo, kuntilanak, pocong, tuyul, sundel bolong, buto ijo, buto abang, buto ireng, buto biru *eh eh eh kok ngelantur* tapi ternyata cuma dua biji doang yang nongol: pocong sama kuntilanak. Itupun kayaknya mereka yang takut sama saya malahan, lha begitu lihat mereka di pojokan saya langsung mendekat dan neriakin mereka dengan suara saya yang amboi merdunya! *merusak dunia, -red*
Sekatenan episode II, with dua gelintir manusia bernama Mirsa dan Okta. Singkat cerita, setelah sempat berbingung-bingung ria mau mencoba wahana apa, akhirnya kami memutuskan mau naik Ombak Banyu. Itu lho, wahana berputar yang gerakan putarannya mengombak-ombak kayak air laut lagi pasang. Buat yang belum pernah denger atau lihat, yang kayak begini nih:

Jujur, sebenernya waktu Mirsa bilang ngebet banget naik ombak banyu, saya juga belum ngeh yang mana gerangan wahana itu. Sumpe, baru sekali itu saya denger mengenai ombak banyu *ndeso mode on* Akhirnya, kami beli tiket juga, lima ribu rupiah per orang. Agak ciut juga pertamanya nyalinya, bukan karena takut diputer-puter sebegitu rupa, tapi yang ngantri ajegile banyaknya. Itu kira-kira kalo dihitung bisa deh sampe lima kali kloter dapet giliran naiknya. Sembari nunggu giliran, kami melongo gitu nonton ekspresi manusia-manusia yang berputar melambai-lambai nggak jelas gitu. Sesaat kemudian baru saya sadar, bahwa ternyata wahana itu bukan diputer sama mesin, melainkan.. manusia! Kayak begini nih cara muternya:

Jadi ada sekitar 5 atau 6 mas-mas yang dengan semangat 45 dan energi jos gandos bergelantungan muterin tuh wahana yang segede gaban. Wuih.. tambah melongo lah saya melihatnya.
Udah nunggu bermenit-menit, tibalah giliran kami naik, setelah beberapa saat sebelumnya gagal naik karena nggak dapet tempat *padahal udah dengan muka ngarep banget megangin tempat duduk gitu* Pas udah naik dan berdiri gitu, rasanya lega campur deg-degan. Lega karena akhirnya dapet giliran dan deg-degan bakal kayak apa kalo duduk diputer-puter kayak kena angin topan gitu. Tapi...
"Ayo mbaknya geser mbak, kasih tempat buat yang lain!" mas-mas tukang putar ngasih instruksi ke mbak-mbak gendut yang sudah dengan santainya duduk manis di sebelah saya, yang masih berdiri bersiap-siap merangkak bergeser ke tempat yang lebih tinggi untuk ngasih tempat buat yang mau naik.
"Ya nggak lah mas! Saya kan udah di sini dari tadi!" kata mbaknya tanpa dosa.
Dan begitulah. Mbak-mbak yang kelebihan berat badan itu nggak mau pindah, dan akhirnya saya dan kroni-kroni saya disuruh turun lagi oleh mas-mas tukang putar.
Sumpah, gondok sekali rasanya. Hei, kami udah nunggu sampe lumutan daritadi, tau! Ah mbaknya juga nyebelin nggak mau ngasih tempat buat yang lain, ah waktu terus berjalan sedangkan kosan saya tutup jam sepuluhan, ah.. ah..
Sementara salah satu partner in crime saya tanpa pikir panjang langsung beranjak ke tempat mas-mas tukang putar berkumpul dengan rekan-rekannya, lalu tumpahlah semua emosinya. Huahaha.. dia marah-marah gara-gara nggak dapet giliran naik ombak banyu. Nyalahin mas-mas tukang putar karena dia tadi nyuruh kami turun lagi. Ahaha.. What a nice night! Buset banget dah.. niatnya mau nyari hiburan malah dibikin emosi di tengah keramaian..
Jadi begitulah. Kesimpulannya, kami nggak jadi naik ombak banyu. Tiketnya sia-sia dong? Enggak! Dengan Mirsa, nggak ada yang namanya sia-sia. Karena, doi dengan semangat 45 langsung beralih profesi jadi calo tiket, nawarin tiket yang tadinya mau kami pake ke mas-mas yang dengan harap-harap cemas ngantri di depan loket ombak banyu. Ini dokumentasi transaksi calo tiket dadakan andalan kita dengan mas-mas asing yang mukanya tampak bimbang setengah mati, curiga jangan-jangan dia mau ditipu di tengah keramaian Jogja (maap yak ane asal taruh gambar agan-agan sekalian, haha):
Dan begitulah. Rencana teralihkan dengan (sekali lagi) naik bianglala, kali ini sama Mirsa. Foto-foto nggak jelas di dalam sangkar burung itu. Well, kami kayak dua perkutut yang kenyang nelen mentah-mentah kekecewaan gara-gara gagal naik wahana sederhana *melas tenan*
Sekatenan episode III, with Satya dan kroni-kroninya. Sebut saja Dian, Irin, Etana, Paksi, Lenny, dan 1 lagi yang sebelumnya pernah saya temui juga di konser Studsy *aduh maap beribu maap saya lupa namanya, tapi wajahnya inget kok - ehm seseorang pernah berkata ini namanya kemampuan photoface - inget muka lupa nama - hahaha* dan kami naik kora-kora. Oke, untuk wahana yang satu ini, saya berani kasih jempol berdiri deh *apaan coba maksudnya* haha, maksud saya, acung jempol. Kenapa? Karena naik kora-kora rasanya kayak ngalamin siksaan yang nggak abis-abis. Syur syur syur.. hati ini rasanya berdesir sedemikian hebat seiring gerakan kora-kora yang berlomba dengan angin. Wuidiiih! Sayang nggak sempet fotoin muka Satya dan kroni-kroninya waktu naik wahana ini. Sumpah, ekspresinya aneh-aneh.. Ada yang mau nangis, ada yang heboh gila, ada yang keliatan shock berkepanjangan.. Haha, bahkan salah satunya ada yang sampe muntah-muntah begitu turun.. Wuahahaha.. Two thumbs up beneran deh sama kora-kora! :D :D
Ngomong-ngomong tentang sekaten, kayaknya kurang afdhol rasanya kalo saya nggak ceritain apa dan bagaimana sebenernya sekaten itu. Jadi begini. Sekaten sebenarnya adalah suatu rangkaian kegiatan yang diadakan oleh Keraton Kasultanan Ngayogyakarta dan masyarakat setempat untuk memperingati hari lahir atau maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan ini meliputi beberapa macam kegiatan, mulai dari ritual keagamaan sampai apresiasi seni dan budaya. Ohya, termasuk pasar malam dengan berbagai wahana hiburan rakyatnya juga. Ternyata budaya sekaten yang ada ini udah terlaksana sejak dulu banget lho, tepatnya sejak kerajaan Demak mulai berkuasa di wilayah Jogja. Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri setelah Majapahit runtuh pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Keruntuhan Majapahit diperingati dengan candrasengkala ”Sirna Hilang Kertaning Bumi”. Raja Demak yang pertama adalah Raden Patah yang bergelar Sultan Bintara.
Raden Patah, sebagai raja Islam, bertekad untuk memajukan tersiarnya agama Islam di seluruh kerajaan. Dia berupaya membuat rakyatnya memeluk dan meyakini Islam sebagai agama mereka, termasuk masyarakat yang telah memeluk agama hindu. Demi cita-cita itu, Raden Patah akhirnya mengadakan pertemuan dengan para wali sembilan, di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati. Pertemuan itu membahas cara menyiarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai usul tentang penyiaran agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu memeluk agama Hindu. Usul Sunan Kalijaga tersebut adalah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya semedi yang diganti dengan sholat, sesaji yang diganti dengan zakat fitrah, dan keramaian yang dialihkan menjadi memperingati hari-hari besar Islam.
Karena masyarakat suka dengan gamelan, maka di hari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW diadakanlah acara tabuh gamelan agar orang-orang tertarik dan berkumpul. Saat itulah mereka diberi 'ceramah' tentang dasar-dasar agama Islam, salah satunya tentang syahadatain. Dari bahasa arab 'syahadatain' lah kata sekaten berasal. Dua kalimat syahadat, adalah ikrar yang harus diucapkan pertama-tama ketika seseorang masuk Islam, yang artinya tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat syahadat itu juga ditulis di atas pintu gerbang masjid. Karena banyak orang yang datang berduyun-duyun ke masjid dan banyak yang bermalam, maka banyak pula orang yang berjualan di sekitar masjid dan alun-alun.
Pada perayaan itu, para Bupati pesisir juga datang ke alun-alun sebelum tanggal 12 Mulud dan membuat perkemahan di sana. Kemudian mereka menghadap Raja dan menggiringnya ke masjid. Karena banyaknya orang yang menggiring raja tersebut, timbul perkataan ”Garebeg” yang berasal dari kata ”anggrubyung” yang berarti menggiring. Sampai sekarang, tradisi ini masih dipertahankan dalam bentuk arak-arakan gunungan oleh prajurit-prajurit keraton.

Kalau boleh jujur, saya malah belum pernah nonton secara langsung prosesi arak-arakan gunungan ini, yang notabene adalah acara puncak dari sekaten. Bukan karena nggak pengen, hanya saja, saya malas berdesak-desakan dengan orang-orang yang berebut gunungan yang isinya berbagai macam hasil bumi itu. Mereka percaya, barang siapa berhasil membawa pulang bagian dari gunungan itu, akan mendapat berkah dari Sang Pencipta. Hmm.. iya po?

Jadi begitulah. Apapun itu, yang jelas janganlah memandang sekaten dari segi agama atau budaya saja. Bisa-bisa timbul percebatan yang nggak ada habisnya. Sebagai gantinya, pandanglah kegiatan semacam ini sebagai salah satu sarana memperkuat ukhuwah.
:)
Aduh punggung ane cantik banget.. (--")
ReplyDeleteYahh kenapa profesi ane diumbar disini? *calo* Olala.. kesannya ane nggak punya malu ye :3
hahaha..
ReplyDeletelain kali boleh tuh mir dicoba lagi, siapa tau sukses membangun karir jadi calo.. hahaha
Eh, masnya yang ane caloin buset dahh tampang2nya nggak rela banget ya hahaaaha! Masa kepalanya dipegangin gitu, takut ane curi mungkin ya. (--")
ReplyDeleteBtw, ihiii.. mas arief #ehem
hahaha.. iye, mana ane pas banget yak njepretnya pas dia pegang kepala bimbang setengah idup gitu.. muahaha.. tampang ente tidak meyakinkan kali, mir!
ReplyDelete:p
btw kenapa mas arief? :O
Tampang ane polos lugu tak berdosa gini masa dia nggak percaya sih? Hoehh..
ReplyDeleteMas arief? Ihiii.. Ihiii.. Ihiii.. *suka ihi2 ajaa hahaha =))
happaa?? polos?? polos apanya..
ReplyDeletebanyak motif dosanya gitu..
huakakak piss mir!
oh.. ihi ihi aja.. kirain.. :D